https://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/issue/feedOpinia de Journal2025-01-02T17:54:02+07:00Devi Ernantikaopiniadejournal@gmail.comOpen Journal Systemshttps://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/83Analisis Hadits Tentang Intervensi Harga2025-01-02T17:54:02+07:00Devi Ernantikadeviernantika@gmail.com<p>Hadits adalah segala perkataan, tindakan, dan persetujuan yang berasal dari Nabi Muhammad SAW, yang diturunkan oleh para sahabatnya dan diwariskan secara turun-temurun. Sebagai sumber kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an, hadits memiliki peran krusial dalam menjelaskan dan menguraikan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits juga dibangun atas dasar sanad (rantai perawi), yang menjamin keabsahan dan keandalannya dengan melacak jalur transmisi dari generasi ke generasi. Misalnya saja adalah hadits yang membahas tentang intervensi harga. Intervensi harga adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang untuk mengatur harga demi menjaga keseimbangan ekonomi dan melindungi konsumen serta produsen dari praktik perdagangan yang tidak adil. Dalam ajaran Islam, terdapat hadits-hadits yang memberikan panduan mengenai intervensi harga. Salah satu hadits yang sering dikutip adalah hadits yang melarang intervensi harga kecuali dalam keadaan darurat untuk mencegah eksploitasi dan ketidakadilan. Artikel ini mengeksplorasi pengertian intervensi harga menurut hadits, mengkaji alasan di balik pelarangan dan pengecualian intervensi harga, serta mengaitkannya dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan pada keadilan, keseimbangan, dan kesejahteraan umum. Dengan memahami hadits-hadits ini, diharapkan dapat diperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai bagaimana kebijakan harga dapat diterapkan sesuai dengan nilai-nilai Islam.</p> <p><strong><em>Kata kunci:</em></strong><em> Hadits, intervensi harga, ekonomi Islam.</em></p>2024-12-02T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Opinia de Journalhttps://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/73PERNIKAHAN DINI DAN DAMPAKNYA TERHADAP EKONOMI KELUARGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM2024-06-30T15:14:30+07:00Muhammad Hamdanazmiawanmuhammad@gmail.com<p>Salah satu masalah kependudukan saat ini adalah maraknya pernikahan usia muda, namum tidak diikuti dengan persiapan mental yang memadai. Akibatnya terjadi fenomena meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Pernikahan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung jawab. Adapun tujuan dari perkawinan yang lain adalah untuk memperoleh keturunan yang baik. Dalam literature yang menjelaskan remaja secara psikologis, mendefenisikan remaja sebagai anak yang pada masa peralihan dari masa anakanak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari segi bentuk badan, sikap, pola berfikir, dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Laju perkawinan usia dini harus ditekan karena dapat mengakibatkan permasalahan lebih kompleks mulai dari masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan masalah lainnya. Beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini yang biasa ditemui di masyarakat yaitu faktor ekonomi, pendidikan, pekerjaan, daerah tempat tinggal</p>2024-12-03T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Opinia de Journalhttps://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/80Perspektif Maqashid Najmuddin Al-Thufi terhadap Status Anak di Luar Nikah (Studi Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010)2024-12-25T11:10:09+07:00Muhammad Zainul Arifinsilumanmalam94@gmail.com<p><em>Anak adalah anugrah yang diberikan Allah dalam suatu pernikahan yang harus dijaga secara keseluruhan dalam bentuk hak waris, hak Pendidikan, hak wali serta hak nashab, sedangkan dalam realita kehidupan banyak ditemui anak yang dilahirkan diluar pernikahan. Pada pasal 43 ayat 1, Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Menjelaskan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, hal ini menimpulkan permaslahan yang serius mengingat setiap anak yang lahir dibebaskan dari tanggung jawab dari perilaku orang tunya. Putusan MK nomor 46/PUU-VIII/2010 yang menyatakan “bahwa anak yang dilahirkan diluar pernikahan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya” ini menjadi jawaban atas problem status anak dan melindungi hak-hak anak yang seharusnya dipelihara, keputusan MK ini sejalan dengan Maqshid yang dibawa oleh Najmuddin al-Thufi yang menyatakan istiqlalul uqul bi idraki mashalih wal mafasid, untuk menentukan baik buruknya suatu objek dikembalikan pada kekuatan akal, melindungi hak anak untuk mendapat nafkah, hak waris serta nashab kepada bapaknya merupakan puncak hakiki persyariatan menurut pendapat Najmuddin al-Thufi.</em></p>2024-10-25T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Opinia de Journal